
Pahlawan merupakan sosok yang identik dengan perjuangan di masa penjajahan silam yang berperan untuk merebut kemerdekaan tanah air. Sering kali kita membayangkan bahwa barang siapa yang dulu mengangkat senjata untuk melawan penjajah, maka ia pantas disematkan gelar pahlawan pada namanya. Imajinasi kita selalu tertuju pada barisan pasukan yang rela mengorbankan nyawanya demi berkibarnya sang merah putih.
Di tengah keadaan negeri yang telah merdeka, pemahaman tersebut semakin meluas. Pahlawan tidak melulu tentang para pejuang kemerdekaan. Bukan pula hanya orang-orang meneriaki para penjajah yang telah merampas hak bangsa. Kini siapapun yang memberikan manfaat dan inspirasi bagi masyarakat tentang perjuangannya patut dijuluki pahlawan.
Bapak Sariban
merupakan sosok inspiratif yang tengah hangat diperbincangkan di
berbagai media. Kepeduliannya terhadap kebersihan menjadikannya dikenal
masyarakat. Beliau mengabdikan hidupnya untuk menjadi relawan kebersihan sejak
awal tahun 2000. Kisahnya tak lepas dari perhatian hingga disoroti oleh media
dalam dan luar negeri seperti Al-Jazeera.
Tak banyak yang
menyangka, Pak Sariban bukan merupakan warga asli Bandung. Beliau berasal dari
kota Magetan, JawaTimur. Pada tahun 1963, beliau mulai menginjakkan kakinya di
Kota Bandung untuk mencari penopang kehidupan. Di awal hijrahnya di kota ini,
beliau bekerja sebagai buruh bangunan. Sekitar tahun 1983 ia beralih profesi
sebagai petugas kebersihan di salah satu rumah sakit di daerah Bandung. Setelah
itu, ia mengambil keputusan untuk pensiun di awal tahun 2000. Sejak saat itulah
beliau mengabdikan hidupnya untuk menjadi relawan kebersihan.
Setiap hari Sabtu
Pak Sariban bekerja untuk membersihkan daerah Gasibu dan Gedung Sate. Namun di
hari minggu, ia menyempatkan diri untuk membersihkan daerah Car Free Day Dago
setelah dua jam selesai bertugas di Gasibu. Menurut pengakuannya sendiri,
beliau tidak menerima bayaran dan perintah dari siapapun. Apa yang beliau
lakukan merupakan murni inisiatif sendiri sebagai relawan kebersihan.
Dengan berprinsip
pada kitab suci agama yang dianutnya yakni Alquran, telah memberikannya
tuntunan dalam berbuat kebaikan. Bertumpu pada pepatah ‘kebersihan sebagian
dari iman’ kaki tuanya mampu memapah beban hidup serta melakukan hal kecil yang
memberi manfaat besar. Ayah dari empat anak ini hanya mengandalkan uang
pensiunan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Beliau selalu merasa cukup
atas apa yang diperoleh dan selalu bersyukur dengan kesehatan yang diberikan
oleh Tuhan. Menurutnya hal tersebut adalah amanah Tuhan yang harus digunakan
untuk membantu orang lain.
Di awal aksinya
sebagai relawan kebersihan, Pak Sariban sering kali menuai tanggapan yang
negatif. Dengan penampilannya yang nyentrik, beliau sering kali dihujat dan
dianggap orang gila. “Saya memang gila, tapi gila kebersihan.” ucapnya saat tim
Comagz temui di Car Free Day, Dago, Bandung. Meski begitu, kini beliau mendapat
respons positif yang sangat besar. Berbagai media tak ketinggalan untuk
memberitakan kisah pribadinya. Selain itu, ia dibanjiri oleh doa yang
disampaikan oleh pengunjung di sekitar tempatnya bekerja.
Melihat sisi lain
kota Bandung yang terkenal dengan julukan Kota Paris Van Java, beliau
menganggap bahwa julukan tersebut tidak lagi tepat disematkan pada kota ini.
Menurutnya, daerah Bandung masih banyak yang jauh dari kata bersih. Perilaku
masyarakatnya sendiri yang memengaruhi keadaan lingkungan hidup. Kurangnya
kesadaran warga menjadi faktor utama dari sulitnya menciptakan keadaan yang bersih.
Berbeda halnya dengan zaman dulu, saat beliau pertama datang ke Bandung.
Suasana Bandung masih asri, jauh dari polusi dan terasa sejuk. Beliau berharap
dengan langkah yang dilakukannya untuk membersihkan lingkungan secara sukarela
dapat menjadi inspirasi dan menggerakan hati masyarakat untuk ikut serta
menjaga kebersihan dan kelestarian alam di Kota Bandung. (Tessa Lestari
Yosphiane Dewi-JIP788-)
Komentar
Posting Komentar